
JAKARTA | PROGRESIFMEDIA.ID – Menteri Komunikasi dan Digital (Komdigi) Meutya Viada Hafid meluruskan informasi yang salah terkait transfer data pribadi yang menjadi salah satu materi dalam klausal Joint Statement On Framework For United States- Indonesia Agreement On Reciprocal Trade yang diumumkan oleh Gedung Putih pada Selasa (22/7/2025).
Ia menjelaskan bahwa klausal dalam perjanjian itu bukan berarti pemerintah Indonesia menjual ataupun menyerahkan secara cuma-cuma data kita ke pemerintah AS seperti yang diberitakan banyak kalangan saat ini.
“Itu bukanlah bentuk penyerahan data pribadi secara bebas, melainkan menjadi pijakan hukum yang sah, aman, dan terukur dalam tata kelola lalu lintas data pribadi lintas negara,” kata Meutya dalam keterangannya, Kamis (24/7/2025).
Kemudian, politisi Partai Golkar ini pun menyampaikan, bahwa negosiasi pajak 19 persen atas ekspor Indonesia ke Amerika Serikat masih berlangsung. Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto masih mengupayakan lobi-lobi geopolitik untuk memberikan nilai lebih terhadap kesepakatan antara Indonesia dengan Amerika Serikat.
“Presiden Prabowo bahwa negosiasi masih berjalan terus dan tertulis dalam rilis White House untuk bagian Removing Barriers for Digital Trade Barrier, bahwa kesepakatan masih dalam tahap finalisasi. Pembicaraan teknis masih akan berlangsung,” ujarnya.
Metya mengklaim bahwa data-data warga Negara Indonesia yang dimaksud dalam perjanjian tersebut akan menjadi bahan proteksi bagi kedua negara dalam memberikan pelayanan kepada masyarakatnya masing-masing.
Prinsip utama yang dijunjung dalam kesepakatan yang dimaksud adalah terkait dengan tata kelola data yang baik, pelindungan hak individu, dan kedaulatan hukum nasional. Hal ini juga telah disampaikan pihak Gedung Putih dalam paparan mereka sebelumnya.
“Kesepakatan yang dimaksud justru dapat menjadi dasar legal bagi Perlindungan Data Pribadi warga negara Indonesia ketika menggunakan layanan digital yang disediakan oleh perusahaan berbasis di Amerika Serikat, seperti mesin pencari, media sosial, layanan cloud, dan e-connerce,” tutur Meutya.
Mantan Ketua Komisi I DPR RI di periode 2019-2024 tersebut menjelaskan, bahwa pemindahan data pribadi lintas negara diperbolehkan untuk kepentingan yang sah, terbatas, dan dapat dibenarkan secara hukum.
Contoh konkret dari aktivitas pemindahan data yang sah menurut Meutya Hafid antara lain; penggunaan mesin pencari seperti Google dan Bing, penyimpanan data melalui layanan cloud computing, komunikasi digital melalui platform media sosial seperti WhatsApp, Facebook, dan Instagram, pemrosesan transaksi melalui platform e-commerce, serta keperluan riset dan inovasi digital.
Sumber: Holopis.com