
JAKARTA | PROGRESIFMEDIA.ID – Penampilan sejumlah pengemudi ojek online (ojol) saat bertemu Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Istana Wakil Presiden, Jakarta, pada Minggu, 31 Agustus 2025, mendapat sorotan tajam warganet. Alih-alih membahas aspirasi, perhatian justru tertuju pada penampilan “terlalu rapi” yang dipandang tidak mencerminkan kehidupan keras di lapangan.
Sorotan utamanya muncul saat satu pengemudi terlihat mengenakan sepatu yang disebut mirip Air Jordan 1 Low Gym Red, model sneaker berharga pasar antara Rp 1,8 hingga Rp 2,5 juta, angka yang dinilai kontras dengan citra ekonomi harian pengemudi ojol.
Jaket yang dikenakan para ojol juga menjadi perhatian. Warganet menyebut jaket tersebut terlihat masih baru, bersih, dan warnanya tidak pudar—hal yang dianggap aneh karena pemakaian sehari-hari di luar ruangan biasanya membuat jaket cepat lusuh.
Peneliti media dan politik, Buni Yani, menyoroti hal ini pedas. “‘Ojol tapi sepatunya keren bingitz dan tajir,’” ujarnya melalui akun Facebook pribadinya pada Senin, 1 September 2025. “Like father like son, kalau tidak nipu sehari badannya langsung gatal-gatal,” kritiknya menambah sentimen bahwa momen itu mungkin lebih panggung pencitraan daripada dialog sungguhan.
Beberapa pengamat juga menyoroti bahasa yang digunakan dalam pertemuan tersebut. Istilah seperti “taruna” dan bahasa formal lainnya dianggap tidak lazim bagi pengemudi ojol biasa, bahkan memunculkan nada sarkastis seperti “glowing-glowing euy drivernya,” warganet menyindir.
Secara resmi, Wapres Gibran memang mengundang delapan perwakilan ojol dari berbagai platform—Gojek, Grab, Maxim, dan InDrive—untuk menyampaikan aspirasi mereka, khususnya mengenai penurunan pendapatan dan keresahan pasca unjuk rasa sebelumnya. Rekaman video menunjukkan nuansa diskusi yang dideskripsikan sebagai “santai namun serius.”
Namun, penampilan para ojol dan pilihan kata penyampaiannya membuat publik meragukan keaslian momen tersebut. Beberapa netizen bahkan menyampaikan curiga kepada akun media sosial resmi pertemuan itu, mempertanyakan apakah partisipan benar-benar pengemudi ojol harian atau “ojol jadi-jadian” untuk keperluan dokumentasi pencitraan politik.