SERANG| PROGRESIFMEDIA.ID — Di tengah gegap-gempita peringatan ulang tahun Provinsi Banten ke-25, muncul suara kritis dari berbagai kalangan yang menilai bahwa momentum ini tidak boleh sebatas seremonial: perlu menjadi titik tolak koreksi kinerja, transparansi, dan akuntabilitas pemerintahan Gubernur Andra Soni – Wakil Gubernur Dimyati Natakusumah.
Harapan vs Kenyataan: Infrastrukur, Pelayanan Publik, dan Kesetaraan
Gubernur Andra menyebut bahwa ulang tahun provinsi “bukan sekadar seremonial, tetapi menjadi cermin bagi seluruh aparatur Pemprov Banten dalam melayani masyarakat.” yang dilansir di Banten Pos. Pemerintah daerah pun memperkuat nuansa kolaborasi, kesederhanaan, dan semangat spiritual dalam rangkaian perayaan.
Namun demikian, sejumlah kritik tajam justru muncul dari masyarakat dan lembaga advokasi. Beberapa catatan penting yang kerap disuarakan:
- Ketidaksinergisan Gubernur & Wakil Gubernur
Anggota DPRD Banten, Nia Purnamasari, menyebut bahwa sejak awal periode pemerintahan, tampak adanya perbedaan pandangan dalam kebijakan penunjukan pejabat (eselon II), tunjangan kinerja ASN, hingga usulan dana desa. Ia menyerukan agar momen ulang tahun menjadi pemicu konsolidasi sinergi antara Gubernur dan Wakil Gubernur. gesuri.id - Tuduhan “siswa titipan” dan isu keadilan pendidikan
Kritik juga diarahkan kepada Wakil Gubernur terkait pernyataan tentang “siswa titipan”. Beberapa aktivis mahasiswa menyebut bahwa praktik politik patronase pendidikan merobek keadilan akses sekolah. Di tengah peringatan ulang tahun, pertanyaan muncul: apakah kebijakan pendidikan benar-benar berpihak kepada kompetensi dan pemerataan, atau tetap terbebani praktik politis? - Keluhan warga Baduy soal “serum anti bisa ular”
Saat Gubernur melakukan saba budaya ke wilayah Baduy, muncul aduan dari warga yang menyebut bahwa serum anti bisa ular — yang disediakan sebagai bagian dari pelayanan kesehatan untuk komunitas adat — ternyata dibebankan biaya tinggi, hingga mencapai Rp 5 juta. Penjelasan resmi atas prosedur dan pendanaan hal ini menjadi penting agar tidak memunculkan kesan diskriminatif terhadap warga adat. - Ambisi vs Realisasi: Infrastruktur dan layanan dasar
Sejak menempuh pemerintahan, duet Andra–Dimyati gencar meluncurkan inisiatif seperti “Bangun Jalan Desa Sejahtera (Bang Andra)” untuk memacu konektivitas pedesaan. Meski demikian, pengamat menyoroti bahwa cakupan program ini masih terbatas jika dibandingkan kebutuhan real di lapangan, dan keberlanjutan serta pengawasannya harus dijaga agar tidak menimbulkan penyimpangan. - Retorika antikorupsi vs Mekanisme Transparansi
Tema “Tidak Korupsi” tercantum dalam slogan visi pemerintahan. Namun, kritik menuntut agar tema itu tidak hanya menjadi jargon di hari-j hari peringatan, melainkan diwujudkan dalam mekanisme transparansi anggaran, audit publik, dan ruang partisipasi warga dalam pengawasan program.
Peringatan Ulang Tahun: Waktunya Pemerintah Mendengarkan
Peringatan ulang tahun provinsi idealnya menjadi waktu introspeksi — bagi pemerintah untuk membuka diri terhadap evaluasi dan bagi warga untuk menyuarakan aspirasi. Beberapa catatan untuk menjadi masukan pemerintah:
- Publikasikan laporan capaian dan kendala pemerintahan selama satu tahun terakhir, termasuk indikator kinerja di bidang pendidikan, kesehatan, infra desa, dan pemberantasan korupsi.
- Sediakan forum konsultasi publik selama rangkaian acara HUT untuk mendengar langsung suara warga, terutama di wilayah pinggiran dan masyarakat adat.
- Tegas terhadap konflik internal kepemimpinan, agar perbedaan pandangan antara Gubernur dan Wakil Gubernur tidak merugikan masyarakat.
- Pastikan prosedur anggaran dan bantuan sosial adil dan terbuka, termasuk audit dan klarifikasi bagi kasus-kasus kontroversial seperti beban biaya pelayanan adat atau pendidikan.
Penulis: Wahyu Kurniawan
