
DEPOK | PROGRESIFMEDIA.ID — Universitas Indonesia menjadi tuan rumah gelaran kampanye lingkungan bertajuk Save Soil, sebuah gerakan global yang menyerukan pentingnya menjaga kesehatan tanah demi keberlanjutan hidup umat manusia. Acara ini dihadiri berbagai kalangan mulai dari aktivis lingkungan, akademisi, pejabat pemerintah, hingga komunitas mahasiswa dan alumni UI.
Mengusung tema “Soil, Health, and Future Sustainability”, kegiatan yang berlangsung di Gedung Rektorat UI pada Senin (23/6) ini menghadirkan sejumlah narasumber lintas bidang yang memberikan perspektif ilmiah, kebijakan, hingga spiritual tentang peran vital tanah bagi ekosistem dan kehidupan.
Sahil Jha, pesepeda lintas negara sekaligus aktivis muda dari gerakan global Save Soil, membuka diskusi dengan berbagi kisah perjuangannya mengkampanyekan pentingnya tanah sehat di berbagai negara. “Kesadaran merawat tanah bukan hanya tugas aktivis lingkungan, tapi tanggung jawab bersama demi generasi mendatang,” tegas Sahil.
Sementara itu, Dr. Nico Wanandy peneliti dari University of New South Wales, memaparkan hasil riset tentang hubungan erat antara kesehatan tanah dan kesehatan manusia. “Tanah yang sehat bukan hanya menjamin hasil pangan yang aman, tapi juga berperan sebagai penyangga mitigasi perubahan iklim,” jelasnya.

Dari perspektif kebijakan, Yahdil Abdi Harahap, Staf Khusus Menteri Desa, PDT, dan Transmigrasi, menyoroti tantangan pengelolaan tanah di wilayah pedesaan Indonesia. Ia menekankan perlunya program pelatihan petani dan penguatan teknologi pemulihan tanah, sembari mengadopsi metode pengendalian hama alami seperti penggunaan burung hantu.
Tak hanya aspek teknis, nilai filosofis dan spiritual tanah juga diangkat oleh Ahmad Fitrianto, Sekjen ILUNI UI. Ia mengajak civitas akademika untuk terlibat aktif dalam gerakan lingkungan berbasis kampus. “Tanah adalah cermin karakter manusia dan bagian dari identitas spiritual kita,” ujarnya.
Dalam kesempatan yang sama, Dr. Ir. Mahawan Karuniasa, akademisi sekaligus ketua ILUNI Sekolah Ilmu Lingkungan UI, memperingatkan bahwa saat ini bumi telah melewati enam dari sembilan batas aman lingkungan. Ia menyerukan pentingnya pengukuran, pemantauan, dan pengelolaan tanah secara berkelanjutan sebagai bagian dari mitigasi krisis global.
Aldi Agus Setiawan, Ketua Himpasiling UI turut memberikan pendapatnya terkait peranan mahasiswa dalam menjaga kelestarian tanah.
“Kami percaya, pemulihan dan perlindungan tanah harus dilakukan melalui kolaborasi antara sains, kebijakan, dan kearifan lokal. Kampus seperti Universitas Indonesia punya peran strategis menjadi pusat inovasi lingkungan, sekaligus ruang edukasi dan advokasi publik. Himpasiling UI berkomitmen untuk terus mendorong gerakan lingkungan berbasis riset dan aksi, agar mahasiswa tidak hanya menjadi saksi, tetapi pelaku dalam merawat bumi. Save Soil bukan sekadar slogan, tapi komitmen bersama untuk masa depan yang lebih sehat, adil, dan berkelanjutan,” ujar Aldi.
Diskusi panel yang diselenggarakan oleh Universitas Indonesia, ILUNI UI, SIL UI, dan Himpasiling UI yang bekerja sama oleh Save Soil ini turut membahas pentingnya harmoni antara teknologi modern, kearifan lokal, dan konsep One Health —yang mengintegrasikan kesehatan manusia, hewan, tanaman, dan lingkungan.
Sebagai penutup, aktivis lingkungan sekaligus psikolog, Tika Bisono, mengingatkan bahwa menjaga tanah bukan hanya soal fisik, tapi juga soal batin dan rasa cinta terhadap bumi. Ia mengecam kerusakan lingkungan seperti yang terjadi di Raja Ampat dan menegaskan bahwa setiap individu memiliki “tanah” dalam dirinya yang harus dijaga.
Acara Save Soil ini menyimpulkan bahwa kesehatan tanah adalah fondasi utama bagi ketahanan pangan, kesehatan manusia, stabilitas iklim, dan keberlanjutan peradaban. Kerusakan tanah menimbulkan dampak sistemik, mulai dari krisis pangan, tekanan ekonomi, gangguan kesehatan, hingga potensi konflik sosial.
Save Soil menyerukan kolaborasi lintas disiplin antara sains, kebijakan, masyarakat, dan nilai-nilai kultural dalam menjaga tanah. UI diharapkan menjadi pionir kampus berbasis lingkungan dan motor penggerak advokasi pemulihan tanah di Indonesia.
Acara ini menjadi bagian dari peringatan Hari Tanah Sedunia 2025 dengan tema “Caring for Soil” dan diharapkan dapat memantik gerakan kolektif lebih luas untuk menyelamatkan masa depan bumi melalui tanah yang sehat.